Selasa, 23 Maret 2010

WAWASAN STUDI KALIGRAFI ARAB

WAWASAN STUDI KALIGRAFI ARAB MASA KINI

(Upaya Menggali Eksistensi Keilmuan Kaligrafi)


Oleh : Nurul Huda

Pendahuluan

Memahami eksistensi kaligrafi tidak hanya terpaku dalam bentuk hasil yang terpajang saja. Kaligrafi telah mendapat respon yang luar biasa dari para ilmuwan, seniman, maupun para pecintanya. Keleluasaan kajiannya sangat erat terkait dengan majunya ilmu pengetahuan atau sains, yang mana hal tersebut semakin menggugah rasa dan tindak kreativitas pengkajinya untuk mengembangkan wacana kedepan ataupun bagaimana kaligrafi telah membuktikan eksistensinya dalam bidang keilmuan yang lain. Paling tidak, dengan pemaparan realita yang ada dalam kaligrafi ini akan dapat menjadi sumbangan berarti bagi kajian lebih mendalam tentang kaligrafi.

Membidik Realita Kajian Kaligrafi Saat ini

Perkembangan seni kaligrafi saat ini kajiannya sudah mencapai pada dataran bagaimana eksistensi kaligrafi telah mampu berperan dalam bidang keilmuan lain yang mendukungnya, misalnya; Al-Qur’an, Hadits, Bahasa Arab, Pendidikan dan Pengajaran, Ekonomi, Eksakta, Filsafat, Identitas Sosial dan bahkan telah menjadi salah satu kajian seni yang menarik terutama dalam seni rupa. Fenomena perkembangannya di Indonesia diawali dengan peran beberapa kegiatan dan bentuk hasil karya yang terpampang. Bentuk kegiatan kaligrafi telah diadakan baik struktural maupun non-struktural, yakni seperti kegiatan musabaqah, pengajaran dan latihan dan pameran kaligrafi. Di sisi lain corak hail karya kaligrafi yang terpajang sebagai dekorasi masjid, panggung dan ruang juga ikut meramaikan suasana kaligrafi serta dalam naskah bukupun yang bertuliskan Al-Qur’an, Hadits, maupun terkait bahasa arab-tidak sedikit yang dapat kita nikmati proporsi bentuk hurufnya. Semuanya telah menarik banyak orang untuk lebih jauh mengetahui bagaimana sebenarnya realita yang ada dibalik huruf arab tersebut atau terangnya dalam wilayah keilmuan kaligrafi baik praktis maupun wacananya.

Banyak model para pengkaji keilmuan kaligrafi disini terutama dalam wacana kaligrafi kedepan, ada yang berangkat dari praktisi kaligrafi tradisional, seniman lukis, sastra, bahkan pengamat dari kalangan penikmat dan pecinta kaligrafi. Adalah menarik bila kajian kaligrafi dapat dipertemukan dengan keilmuan lain. Dimana sebuah proses integrasi keilmuan mutlak saling mendukung dan tidak ada bedanya dalam kewajiban untuk mendalaminya. Sedangkan model pemaparan gagasan dan ide tersebut tertuang dalam makalah diskusi, kuratorial pameran, buku kaligrafi khusus, jurnal ilmiah, hingga karya ilmiah kampus seperti skripsi, dan sebenarnya embrio kajian kaligrafi melalui skripsi ini sudah banyak dilakukan, namun hasil pemikiran mereka belum tersalurkan secara baik dan kontinyu karena belum adanya wadah yang menampung.

Bila menilik pada literatur yang berkenaan dengan sejarah kaligrafi lebih lanjut, bahwa fungsi atau motif awal kaligrafi pada masa shahabat Nabi adalah hanya sebagai dokumentasi wahyu- atau istilah yang dikemukakan oleh AD. Pirous sebagai media komunikasi. Artinya kaligrafi sebagai bentuk tulisan yang berstruktur dan berarti- sangat berperan dalam wilayah visualitas dan bahkan memengaruhi verbalitas wahyu. Perannya tidak hanya berhenti pada hal tersebut, akan tetapi bahwa visualitas wahyu yang ditorehkan oleh kaligrafi merupakan salah satu bentuk sebuah keagungan kitab suci al-Qur’an yang telah diwahyukan kepada nabi sekaligus rasul pilihan, yaitu Nabi Muhammad SAW. Tentang hubungan keduanya telah dikaji lebih dalam oleh Ilham Khoiri dalam buku Al-Qur’an dan Kaligrafi Arab- yang merupakan jelmaan karya skripsinya.

Kaligrafi masa sekarang ini juga telah menjadi sebuah ajang bergengsi atau media ekspresi seni yang luar biasa, dari sekedar bentuk tradisional dengan tinta hitam dan dengan ornamen arabesk hingga oleh para perupa ia mendapatkan polesan kombinasi desain dan tatawarna yang indah. Semuanya saling melengkapi dan hal ini juga perlu diketahui oleh seorang kaligrafer. Jadi, bukan alasan lagi sekarang untuk mengeklaim siapa yang paling benar sebagai khathath sejati, serta alasan untuk tidak mengkaji kaligrafi secara komprehensif, disebabkan lebih menyenangi bidang kajian kaligrafi tertentu. Hal ini akan dapat mengurangi aura kualitas karya kaligrafinya. Dan sementara ini proses pembinaan sebagai media ekspresi ini dapat diajarkan dan dibiasakan mulai anak menginjak umur empat tahunan dengan memberi materi dengan penekanan aspek bermain, mewarnai, hingga menulis sederhana. Langkah tersebut bila terus menerus dilakukan disertai dengan kesesuaian materi dalam tahapan pengembangannya, maka ketika sudah besar, ia akan menjadi pengkaji kaligrafi yang handal. Dan bahkan sangat dimungkinkan sebagai kader komprehensif dalm bidang kaligrafi. Kajian ini akan lebih terarah lagi bila terkait dengan dunia pendidikan dan pengajaran dengan segala perangkatnya.

Urgensi kaligrafi dalam kajian diatas merupakan bukti keterkaitannya dalam semua disiplin ilmu yang ada bahkan sangat dimungkinkan akan mampu mengarah pada wacana yang sangat bermanfaat seperti psikologi kaligrafi, filsafat seni kaligrafi meskipun hal tersebut perlu waktu dan dana besar untuk mewujudkannya. Bukan hal yang mustahil sekarang dan dua tahun kedepan kajian-kajian kaligrafi akan menembus dunia akademik khusus seperti Institut Kaligrafi, yang embrionya telah ada dalam jurusan bahasa dan sastra Arab- sebagai bagian mata kuliah 2 SKS, serta adanya model pembelajarannya yang telah dipraktekkan oleh lembaga yang dikelola oleh komunitas seperti Griya Seni Kaligrafi Arabiyaa Yogyakarta, meskipun masih secara sederhana dan baru mulai mengembangkannya, maupun telah digagas secara individual. Sebenarnya Universitas Sains Al-Qur’an (UNSIQ) Wonosobo telah membahas dan membuka kegiatan khusus kaligrafi secara akademik, akan tetapi belum terealisasi dengan baik.

Sebuah Tawaran Aplikatif

Dari dasar diatas dapat diletakkan bahwa wilayah studi kaligrafi saat ini merupakan rangkaian yang tidak dapat dipisahkan untuk menuju profesionalitas seorang khathath atau kaligafer, diantaranya;

  1. Sejarah

- Kaligrafi Arab memiliki rentetan sejarah panjang

- Urgensi sejarah sebagai dasar wujud (eksistensi) kaligrafi

- Aplikasinya dalam memengaruhi kaligrafer dalam berkarya

- Upaya studi tokoh-tokoh yang berperan dan pandangan-pandangannya

  1. Hubungan Kaligrafi dengan ilmu lain

- Al Qur’an

- Hadits

- Bahasa Arab

- Seni Rupa

- Filologi

- Metafisika/Spiritual

- Logika

- Eksakta

- Filsafat

- Ekonomi

- Sosial

- Psikologi , dan lain-lain

  1. Praktis; menekankan pembelajaran kaligrafi mengkaji bentuk, proses pembinaan huruf, manajemen penyusunan, dan teknis pelaksanaannya. Selain itu adalah pengkajian bentuk dan format pembelajarannya yang baik bagi kader baru atau menekankan pada manajemen berkaligrafi praktis. Dari dasar ini seseorang yang tekun akan dapat menemukan gaya tersendiri atau khas yang juga dilandasi keilmuan akan temuannya pada aspek sejarahnya, praktisnya, serta makna atau nilai yang terkandung di dalamnya.

  1. Makna atau Nilai; Yakni sejauh mana nilai yang ditawarkan oleh kaligrafi melalui simbol-simbol dari bentuk huruf, maupun dalam sebuah susunan. Adakah relevansinya dengan keadaan, situasi dan kondisi yang memengaruhinya, termasuk disini adalah keilmuannya. Setelah itu mengupas apa yang ada dalam tiap-tiap jenis khat.

  1. Studi khusus wacana dari pendapat atau hasil penelitian seseorang dalam kaligrafi yang menyangkut bagaimana wacana kaligrafi ke depan.

Dari keseluruhan wilayah studi kaligrafi diatas dapat dirangkum, bahwa kajian kaligrafi meliputi kajian secara mikro dan makro. Secara Mikro yakni kajian seputar praktik berkaligrafi hingga berkarya, sedangkan secara makro adalah dalam wilayah studi sejarah, hubungannya dengan ilmu lain, makna atau nilai, serta studi khusus wacana dari pendapat atau hasil penelitian seseorang dalam kaligrafi yang menyangkut bagaimana wacana kaligrafi ke depan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar